SEJARAH CANANG
Canangsari berasal dari
bahasa jawa kuno yang pada berarti: “Sirih”,
yang mana sirih ini disuguhkan kepada para Tamu (Uttama) yang dihormati. Di Bali kebiasaan bagi para tetua dalam
memakan daun sirih disebut dengan “Pecanagan”.
Canangsari merupakan ciptaan
dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi
Markandeya di Pura Besakih. Setelah Danghyang Markandeya moksah.
Makna filosofis dari canangsari adalah secara teologis adalah tempat Sthana Ida Shang Hyang Widhi dalam
prabawa-Nya sebagai dewata Nawa Sangga yang di mohon kehadirannya untuk
memberiakan anugerah kepada manusia. Kemudian secar etika canangsari memiliki
makna ketetapan hati dan bhakti kehadapan Ida Shang Hyang Widhi. Dan dari sudut
pandang sejarah maka secara filosofis Canangsari
merupakan simbol adanya penyatuan sekte-sekte kedalam satu konsep yang disebut
dengan Saiwa Shidanta.
Canang
sari ini dalam persembahyangan
penganut Hindu Bali adalah
kuantitas terkecil namun inti (kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun
inti, karena dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang berasal dari
kata “Can” yang berarti indah, sedangkan “Nang” berarti tujuan atau maksud
(bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang
Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta
Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar